Ta’aruf dalam Islam memang diperbolehkan. Lain halnya dengan pacaran yang tidak diperbolehkan dalam agama Islam. Karena memang, ta'aruf itu bukan pacaran. Kalau ada yang mengatakan ta'aruf itu pacaran, bisa dikatakan hal tersebut hanyalah modus pacaran berkedok syariah tetapi secara substantif bukan sebagai ta'aruf.
Ta’aruf dalam bahasa Indonesia berarti perkenalan yang sama sekali berbeda dengan arti atau makna pacaran. Ta’aruf adalah proses mengenal antara dua manusia sebelum menuju ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, banyak orang yang menyalahgunakan arti kata ta’aruf. Mereka menafsirkan bahwa arti dan makna ta’aruf sama dengan pacaran, padahal sebetulnya tidak.
Pacaran adalah satu hubungan antara dua orang yang menjalin cinta dan kasih sayang di mana hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam apabila telah melanggar hal-hal yang ditetapkan syariat. Pacaran boleh saja selama hal tersebut tidak melanggar syariat Islam, misalnya saja bersentuhan antara satu anggota tubuh dengan anggota tubuh yang lain yang tidak dihalalkan.
Pacaran yang demikianlah yang tidak diperbolehkan Islam dan dalam hal ini ta’aruf bukan berarti pacaran. Atau boleh dikatakan, ta’aruf adalah pacaran yang sehat dan tidak melanggar aturan syariat Islam. Dalil diharamkannya pacaran yang tidak sesuai aturan Islam adalah sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina."
Ayat tersebut jelas mengatakan bahwa kita dilarang bukan hanya berzina, bahkan mendekati zina saja tidak diperbolehkan. Ayat tersebut menyiratkan diharamkannya pacaran. Mengapa? Karena ketika dua orang laki-laki dan perempuan berdua, maka di antara mereka adalah setan yang siap menggoda kapan saja dan lewat apa saja.
Di saat itulah syahwat buruk (syahwat lawwamah) seseorang menguat dan cenderung akan menuju perbuatan zina. Dalam islam pacaran itu diperbolehkan ketika sudah menikah. Karena seseorang yang sudah menjadi suami istri sudah halal keduanya untuk berpacaran.
Islam memang tidak mengenal pacaran sebelum menikah, yang diperbolehkan adalah berta’aruf. Dalam hal ini, ta’aruf diartikan sebagai langkah untuk mengenal calon pasangan kita agar tidak salah dalam memilihnya. Tentu ada batasannya.
Batasan ta’aruf dalam Islam
Adapun batasan-batasan ta’aruf dalam Islam, antara lain: Pertama, ta’aruf harus didampingi oleh mahromnya. Kedua, diperbolehkan melihat wajahnya. Ketiga, tidak boleh adanya sentuhan dari kedua belah pihak karena belum menjadi mahromnya. Keempat, diperbolehkan menanyakan hal-hal yang dianggap penting bagi masa depan keduanya agar tidak menyesal ke depannya.
Dengan adanya batasan ta’aruf dalam Islam tersebut, jelas bisa disimpulkan bahwa ta’aruf dan pacaran adalah dua terma yang berbeda. Sementara saat ini sudah bisa dilihat, pacaran yang dilakukan generasi muda sudah kelewat batas dan tidak sesuai dengan syariat Islam.
Untuk menghindari adanya fitnah, sebaiknya ta’aruf dilanjutkan dengan pertunangan, karena dengan begitu sudah jelas akan adanya niatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut juga bertujuan agar tidak merugikan salah satu pihak.
Setelah adanya ikatan pertunangan, maka tidak ada menyakiti orang lain yang berniat ingin mengkhitobahnya, karena sudah ada yang "buka pintu" duluan. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 3 yang artinya: “Nikahilah wanita yang kamu sukai." Perintah Al Quran tersebut sudah jelas bahwa ada perbedaan antara ta’aruf dengan pacaran. Tidak ada alasan lagi untuk menghalalkan pacaran, karena sudah jelas dalilnya.
Kalau pun ada yang mengatakan bahwa ta’aruf itu pacaran yang islami, maka hal tersebut tidak benar dan hanya sebagai modus pacaran syariah saja. Dengan begitu, tidak ada yang mencari-cari legitimasi bahwa pacaran itu dibenarkan syariat Islam mengingat pacaran jaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai moralitas bangsa dan jauh dari nilai yang diajarkan syariat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar