Dalam al-Quran, Allah memuji Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya kamu berada di atas petunjuk yang lurus.” (QS. al-Hajj: 67)Kemudian, seringkali ketika para sahabat ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka tidak tahu jawabannya, mereka menjawab,
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”Sebagai contoh, dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat,
أَتَدْرُونَ مَا الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ؟
“Tahukah kalian, apa itu iman kepada Allah semata?”Jawab para sahabat,
قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
Mereka mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan prinsip-prinsip islam. (HR. Bukhari 53).
Demikian pula dalam hadis dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat,
هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟
“Tahukah kalian, apa yang difirmankan Rabb kalian?”Jawab sahabat,
قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada mereka, apa yang difirmankan oleh Allah. (HR. Bukhari 1038).
Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji beberapa sahabat. Diantara orang yang dipuji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pengetahuannya tentang halal dan haram. Beliau bersabda,
أَرْحَمُ أُمَّتِى بِأُمَّتِى أَبُو بَكْرٍ وَأَشَدُّهُمْ
فِى أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ وَأَصْدَقُهُمْ حَيَاءً عُثْمَانُ
وَأَعْلَمُهُمْ بِالْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ
Umatku yang paling kasih sayang terhadap sesama adalah Abu Bakr, yang
paling disiplin terhdap aturan Allah adalah Umar, yang paling pemalu
Utsman, dan yang paling tahu tentang halal haram adalah Muadz bin
Jabal.. (HR. Turmudzi 4159, Ibn Hibban 7137 dan dishahihkan Syuaib
al-Arnauth).Demikian pula, pernyataan Ibnu Mas’ud, ketika megomentari orang yang salah dalam memberi fatwa,
مَنْ عَلِمَ فَلْيَقُلْ ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ
Siapa yang tahu, silahkan dia bicara. Dan siapa yang tidak tahu, ucapkan, ‘Allahu a’lam’ (HR. Bukhari 4774)Manusia Juga Tahu Kebenaran
Dari semua bukti di atas, kita hendak menyimpulkan bahwa manusia juga tahu kebenaran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu kebenaran,. Bahkan Allah memuji beliau dan Allah tegaskan bahwa beliau berada di atas jalan yang lurus. Demikian pula para sahabat, termasuk Muadz yang disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sahabat yang paling paham masalah halal dan haram.Ketika sahabat mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu kebenaran.
Karena itu, ketika ada orang yang menyatakan, “Yang Tahu Kebenaran Hanya Allah” ini jelas mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau setidaknya menganggap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak tahu kebenaran.
Jika kaidah ini berlaku, berarti orang mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu’ telah berbuat syirik. Menyekutukan Allah dengan Rasul-Nya dalam masalah pengetahuan.
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu kebenaran, sahabat juga bisa mengetahui kebenaran. Para sahabat mengambil kebenaran itu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula orang lain di bawah genearasi sahabat. Mereka bisa mengambil kebenaran itu dari generasi atasnya yang tahu kebenaran. Dan demikian seterusnya, hingga kebenaran itu sampai ke kita.
Kalimat Racun
Barangkali ini kalimat racun yang disebarkan di tengah masyarakat. Dengan tujuan sebagai pembelaan bagi mereka yang tersedutkan pendapatnya karena tidak didukung dalil. Mereka punya maksud jahat dengan menggunakan kalimat ini, yaitu untuk mempertahankan kesesatan yang mereka miliki.Anda tidak perlu menyalahkan pendapat orang lain, tidak perlu menyesatkan orang syiah, meskipun mereka benar-benar salah dan menyimpan dari kebenaran al-Quran dan sunah.
“Jika yang tahu kebenaran hanya Allah”
Lalu untuk apa Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menurunkan al-Quran, mengutus Jibril untuk menemui para nabinya, kalau tidak untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka?
“Jika yang tahu kebenaran hanya Allah”
lalu untuk apa pula kita belajar al-Quran, belajar hadis, mengkaji sunah-sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mempelajari keterangan para sahabatnya?
Karena itulah, kebenaran parameternya jelas, bukan bias. Jika kebenaran parameternya tidak jelas, tidak ada gunanya Allah menurunkan al-Quran dan tidak ada gunanya pula bimbingan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam al-Quran, Allah banyak memerintahkan kita untuk yakin dan yakin, dan melarang untuk ragu dengan ajaran islam. Misalnya firman Allah,
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. al-Baqarah: 147)Jika kebenaran itu relatif, dari mana kita bisa yakin?
Kalimat yang Benar
Sumber kebenaran adalah Allah. Ini kalimat yang benar. Kemudian Allah tunjukkan kebenaran itu kepada para hamba-Nya. Baik melalui wahyu yang Allah berikan langsung kepada mereka, seperti yang dialami para nabi. Atau melalui keterangan yang dibawa nabi, seperti al-Quran dan sunah. Inilah yang dimaksud dari firman Allah,
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. al-Baqarah: 147)Sehingga siapa yang pemikirannya, aktivitasnya, ucapannya, disesuaikan dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia di posisi sesuai kebenaran.
Sebaliknya, siapa yang tidak mengikuti ajaran beliau, menyimpang dari prinsip agama yang beliau sampaikan, maka dia sesat.
Allah berfirman,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا
تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan
ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali. (QS. an-Nisa: 115)Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar