Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Pendapat pertama,
Bahwa makmum masbuk terhitung mendapati shalat (dan pahala) berjama’ah jika ia mendapatkan minimal 1 (satu) raka’at bersama imam. Jika kurang dari satu raka’at maka tidak dianggap berjama’ah. Ini adalah pendapat Imam Malik rahimahullah dan Ibnu Taimiyyah.
Dalil pendapat ini, antara lain:
Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ
“Barang siapa mendapatkan satu raka’at shalat, maka ia telah mendapatkan shalat (berjama’ah).”(HR. Al-Bukhari no. 580, Muslim no. 1401, Abu Daud no. 1123, An-Nasai no. 552)
Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ
تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً
مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barang siapa mendapatkan satu raka’at shalat Subuh sebelum
terbit matahari, maka ia telah mendapatkan shalat Subuh (berjama’ah).
Barang siapa mendapatkan satu raka’at shalat Ashar sebelum terbenam
matahari, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar (berjama’ah).”(HR. Al-Bukhari no. 579, Muslim no. 1404, Abu Daud no. 412, An-Nasai no. 513, At-Tirmidzi no. 186, lafazh hadits di atas milik Muslim)
Pendapat kedua,
Bahwa makmum masbuk yang langsung bergabung dengan jama’ah dan mengikuti imam dianggap mendapatkan shalat (dan pahala) berjama’ah walau kurang dari satu raka’at. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah. Imam Syafi’i dan Ahmad juga berpendapat yang sama, kecuali untuk shalat Jum’at.
Dalilnya adalah karena sekalipun hanya sekedar bagian akhir shalat, jika itu bersama imam maka itu termasuk shalat berjama’ah. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ سَجْدَةً مِنْ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ
تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَهَا وَمَنْ أَدْرَكَ سَجْدَةً مِنْ
الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَهَا
“Barang siapa mendapatkan satu sujud shalat Subuh sebelum terbit
matahari, maka ia telah mendapatkan shalat Subuh (berjama’ah). Barang
siapa mendapatkan satu sujud shalat Ashar sebelum terbenam matahari,
maka ia telah mendapatkan shalat Ashar (berjama’ah).”(HR. An-Nasai no. 549, Ahmad no. 10397)
Pendapat Terpilih
Penulis lebih mengikuti pendapat kedua, dimana makmum masbuk yang langsung bergabung bersama jama’ah dan imam dianggap mendapatkan shalat dan pahala berjama’ah walau kurang dari satu raka’at.
Penulis pernah mendengar Syaikh Muhammad bin Mukhtar Asy-Syinqithiy (anggota Haiah Kibaril Ulama dan pengajar di Masjid Nabawi), dalam kajian ‘Umdatul Fiqh, Bab Adab Berjalan Menuju Shalat (Masjid) di Riyadh, tanggal 7 Rabiuts Tsani 1434 H, menyebutkan pendapat yang sejalan dengan pendapat Abu Hanifah, bahwa makmum masbuk sudah dikatakan mendapati shalat dan pahala berjama’ah dengan semata-mata keluar dari rumahnya menuju masjid untuk shalat berjama’ah (sekalipun ikut berjama’ah kurang dari satu raka’at –pen).
Dalil pendapat ini adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى
صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَفِى سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا ،
وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ خَرَجَ
إِلَى الْمَسْجِدِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ
“Shalat seseorang bersama jama’ah dilipatgandakan pahalanya
dibandingkan shalatnya di rumah dan pasarnya sebanyak 25 kali lipat.
Demikian itu apabila ia berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian ia
keluar menuju masjid dan tidaklah ia keluar kecuali untuk mengerjakan
shalat berjama’ah.”(HR. Bukhari no. 647)
Perkataan Nabi وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ (dilipatgandakan pahalanya sebanyak 25 kali lipat apabila ia berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian ia keluar menuju masjid) menunjukkan bahwa pahala orang yang ikut shalat berjama’ah sudah dilipatkan sebanyak 25 (atau 27 derajat dalam hadits lain) dengan semata-mata keluarnya orang tersebut dari rumahnya dengan niat shalat berjama’ah. Dengan kata lain sekalipun makmum masbuk hanya sempat ikut berjama’ah kurang dari satu raka’at, maka ia telah dianggap berjama’ah.
Tambahan Faedah
Para ulama juga berbeda pendapat dalam menetapkan patokan seorang makmum bisa menghitung satu raka’at bersama imam. Ada yang mengatakan, ia terhitung mendapatkan 1 (satu) raka’at bersama imam bila ia sempat rukuk bersama imam, dan ada yang mengatakan yang demikian bila ia sempat membaca Al-Fatihah. Pembahasan masalah ini bisa dibaca dalam referensi lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar