Pertama, jumlah nabi yang pernah Allah utus kepada umat manusia sangat banyak.
Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berapa jumlah persis para nabi.”
Beliau menjawab,
مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al–Misykah).Jumlah mereka sangat banyak, karena umat manusia yang butuh nabi sangat banyak. Manusia butuh bimbingan wahyu dari Allah. Dan itu hanya bisa dilakukan melalui para nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu. Allah berfirman,
وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
“Tidak ada satupun umat, melainkan di lingkungan mereka telah ada sang pemberi peringatan.” (QS. Fathir: 24)Dan dari sekian banyak nabi itu, tidak semua kita ketahui namanya maupun sejarahnya. Kita kembalikan ilmunya kepada Allah, dan tidak perlu ada upaya untuk berusaha menggalinya. Karena syariat tidak pernah membebani kita dengan mencari tahu masalah ghaib yang tidak ada penjelasannya dalam al-Quran maupun sunnah. Kecuali jika itu dibahas dalam rangka meluruskan mitos yang berkembang di masyarakat.
Pernah ada orang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulallah, kapan kiamat?”
Respon Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Lalu apa yang telah kamu persiapkan?” (HR. Bukhari 7153 & Muslim 6878).Kita bisa perhatikan, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kiamat, jawaban beliau sama sekali tidak mengarah ke sana. Namun yang beliau sampaikan adalah bagian yang dibutuhkan manusia, yaitu apa yang mereka persiapkan untuk kiamat?
Menebak Ilmu Ghaib Termasuk Kekufuran
Ada banyak hal yang tidak mungkin kita tahu kecuali melalui wahyu. Seperti kejadian masa silam atau sejarah yang sudah tidak ada penjelasannya. Jika itu pernah disinggung dalam al-Quran, sikap yang tepat adalah mengimaninya secara global sebagaimana yang Allah sebutkan dalam dalil. Selebihnya, kita tidak berusaha menggalinya.Imam at-Thahawi mengatakan,
العلم علمان: علم في الخلق موجود، وعلم في الخلق مفقود،
فإنكار العلم الموجود كفر، وادعاء العلم المفقود كفر، ولا يثبت الإيمان إلا
بقبول العلم الموجود، وترك طلب العلم المفقود
Ilmu itu ada 2:Ilmu tentang makhluk yang ada sumbernya dan ilmu tentang makhluk yang tidak ada sumbernya. Mengingkari ilmu yang ada sumbernya (dari al-Quran dan sunah) adalah kekufuran. Dan mengaku memiliki ilmu yang tidak ada sumbernya juga kekufuran. Dan iman tidak akan kuat sampai menerima ilmu yang ada sumbernya dan tidak melakukan pencarian untuk ilmu yang tidak ada sumbernya. (Matan Aqidah Thahawiyah, hlm. 22)
Adakah Nabi Syam’un?
Terkadang Allah ceritakan dalam al-Quran beberapa nabi tanpa menyebut nama sama sekali.Diantaranya, firman Allah,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ
بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا
نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil
sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi
mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di
bawah pimpinannya) di jalan Allah.” Nabi mereka itu menjawab: “Mungkin
sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan
berperang.?” (QS. al-Baqarah: 246).Dikisahkan dalam tafsir Ibnu Katsir, dari Wahb bin Munabih,
Setelah lama Bani Israil ditinggal mati Nabi Musa ‘alaihis salam, mereka melakukan berbagai macam pelanggaran syariat, hingga Allah menghukum mereka dengan munculnya kerajaan dzalim yang menjajah mereka. Banyak yang dijarah, dibunuh, hingga taurat dirampas mereka. Hingga ada seorang wanita hamil, yang berharap akan melahirkan anak lelaki calon nabi. Allah kabulkan harapan mereka, terlahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama Syam’un, dalam riwayat lain Samuel, yang arti dari nama ini adalah “Allah mendengar.”
Setelah dewasa, nabi ini diminta oleh masyarakat Bani Israil, agar menunjuk seseorang sebagai pemimpin mereka, sehingga bisa dilakukan perang melawan penjajah. Lalu sang nabi menunjuk orang yangn soleh namanya Thalut. Hingga terjadilah perang melawan Jalut, dan Daud berhasil membunuh Jalut. (Tarsir Ibn Katsir, 1/665).
Tentang siapakah nama nabi itu, ada dua pendapat ulama. Ada yang mengatakan Syam’un dan ada yang mengatakan Syamuel. (Tarsir Ibn Katsir, 1/665)
Dalam Qashas al-Anbiya ketika menjelaskan persitiwa ini, dinyatakan,
قال أكثر المفسرين : كان نبي هؤلاء القوم المذكورين في هذه القصة هو شمويل وقيل شمعون وقيل هما واحد وقيل يوشع وهذا بعيد
Mayoritas ahli tafsir mengatakan, “Nabi dari bani israil yang disebut
dalam kisah itu adalah Samuel. Ada yang mengatakan, Syam’un. Ada yang
mengatakan, dua nama itu sama orangnya. Dan ada yang mengatakan, itu
nabi Yusya, dan ini pendapat yang jauh.” (Qashas al-Anbiya, hlm. 447)Kemudian Allah juga berfirman di surat Yasin,
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ
جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ ( ) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ
فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ
مُرْسَلُونَ
Sampaikan kepada mereka permisalan yang terjadi, yaitu penduduk
suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka ( ) (yaitu)
ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka
mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga,
maka ketiga utusan itu berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang
di utus kepadamu.” (QS. Yasin: 13 – 14)Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutka siapa nama tiga Nabi yang diutus itu. Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari Ibnu Jurair, dari Wahb bin Sulaiman, dari Syuaib al-Juba’i, beliau mengatakan,
كان اسم الرسولين الأولين شمعون ويوحنا، واسم الثالث بولص، والقرية أنطاكية
Nama dua rasul yang pertama adalah Syam’un dan Yuhana. Sementara
Rasul yang ketiga namanya Paulus. Dan negeri yang didatngi namanya
Anthakiyah. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/569).Meskipun Ibnu Katsir juga menyebutkan riwayat lain dengan nama yang berbeda..
Kita mengimani keberadaan nabi yang Allah sebutkan dalam al-Quran itu, namun apakah namanya Syam’un? Tidak ada keterangan dari al-Quran maupun hadis tentang itu. Yang ada hanya riwayat dari para ulama.
Apakah itu Samson?
Jika keberadaan nabi Syam’un itu benar, masalah nama Samson lebih ringan. Karena substansinya bukan persoalan nama, namun keberadaan orangnya. Orang barat menyebut Musa dengan Moses, Isa dengan Yesus, Daud dengan David, Sulaiman dengan Solomon. Orangnya sama, tapi pengucapannya beda.Yang menjadi masalah, Samson ini dianggap sangat kuat dan sumber kekuatannya ada di rambutnya..
Berdasarkan beberapa keterangan dari ayat di atas, kita tidak menjumpai informasi itu. Dan yang janggal adalah sumber kekuatannya ada di rambutnya. Artinya, jika rambutnya dicukur maka nanti dia jadi lemah.
Ini jelas mitos. Bagaimana mungkin mukjizat seorang nabi bisa hilang gara-gara dicukur rambutnya??
Ini mungkin karena pengaruh film, lalu dicampur dengan sejarah. Mirip samson betawi yang kekuatannya ada pada bulu ketiaknya.
Diam Lebih Baik
Sekali lagi, dalam masalah aqidah, menerima apa adanya, itulah yang terbaik. Bagian yang tidak ada keterangannya, di luar tanggung jawab manusia untuk mengetahuinya. Sehingga kita tidak perlu mencari tahu tentangnya. Setidaknya dengan ini, kita berada di posisi aman.Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar