Pencinta Islam
Jumat, 21 Oktober 2016
My English Assignment
In this new era soccer has already transform to a bussiness.It can earn and spend millions dollars.For example,Manchester United spend more than two billions rupiah to buy players.What a fantastic amount ! However,in other side not every club can spend a lots of money to buy players.It will be a problem because it will make not competitive anymore.Althought money is important,we must remember that money is not everything and soccer is different with money.Making soccer to be a bussiness has benefits as well as the disadvantages.
Selasa, 24 November 2015
Masjid Rahmatan Lil Alamin.
Masjid ini awal pembangunannya dimulakan pada tanggal 5 April 2000. Terletak di Kampus Al Zaytun tepatnya di Desa Mekarjaya Kecamatan Haurgeulis Indramayu Jawa Barat. Masjid ini baru rampung sekitar 25 % dari penyelesaian, nanti setelah rampung diperkirakan bisa menampung 150.000 jamah. Dibangun di atas area seluas 6,5 hektar dan memiliki 7 lantai yang berukuran 99 x 99 meter. Lantai ketujuh disebut sebagai atap masjid, satu-satunya masjid yang atapnya bisa menampung kurang lebih 4000 jamaah. Selain itu masjid ini memiliki lima buah kubah : satu kubah yang besar yang dikelilingi oleh empat kubah yang lebih kecil seperempat lingkaran, Empat kubah kecil itu merupakan simbol dari empat mazhab besar di dunia : Hanafi, Maliki, Safi'i dan Hambali. Sedangkan kubah besarnya merupakan risalah Muhammad yang menaungi keempat mazhab tadi. Dan pada setiap puncak sudut masjid terdapat delapan kubah yang melambangkan delapanpenjuru mata angin sebagai simbol seluruh penjuru dunia.
Masjid ini mempunyai total ketinggian 73.125 meter hingga ke puncak kubah, dimana dari setiap lantai jamah bisa melihat imam di mihrab, mihrabnya sendiri memiliki tinggi 15 meter. Konstruksi, pondasi dan interior masjid ini dirancang bisa tahan ratusan hingga ribuan tahun. Pondasi masjid ini dirancang tahan gempa karena menggunakan pondasi kapal atau oleh kalangan insinyur sipil disebut raft Pondation. Cara kerjanya: tatkala terjadi gempa bumi, masjid seolah-olah sepertia kapal yang berada diantara buaian gelombang air laut. Sementara struktur pondasinya menggunakan pakubumi. Kerangka Masjid ini menggunkan baja berkualitas terbaik di dunia yang di impor dari Polandia, Rusia dan Korea. Jumlah tiang baja yang digunakan sebagai struktur mencapai 4.117 tiang baja, terdiri dari 3.812 baja WF dan 305 baja H.300.
Masjid Rahmatan Lil-Alamin ini bergaya tradisonal kontemporer. Desainnya mencakupi masjid-masjid di seluruh dunia. Bentuk lengkungan pada mihrab misalnya mengadopsi lengkungan maqsura masjid Cordoba yang dibangun oleh Umayyah. Sedangkan bentuk lengkungan pada empat gerbang utama masjid mengadopsi lengkungan yang lazim digunakan pada masjid di Mesir yang dibangun oleh Fatimiyah. Dan sebagai prasyarat untuk ketahannnya digunakan bahan granit. "Granit bisa tahan ratusan bahkan ribuan tahun".
Masjid ini rencananya memiliki empat menara namun yang akan diselesaikan satu menara terlebih dahulu. Nama menaranya adalah Menara Pemuda dan Perdamaian. Menurut beberapa kalangan, menara masjid ini akan menjadi menara masjid yang tertinggi di Indonesia, tinggi menara tersebut 136,8 meter. Bandingkan dengan tinggi Mona yang 115 meter dan Menara Masjid Agung Surabaya yang 99 meter. Bahkan menara ini lebih tinggi daripada Menara Masjid Nabawi yang 105 meter.
Tidak seperti umumnya masjid-masjid di Indonesia yang dibangun atas bantuan dari Timur Tengah, dan kita semestinya bisa berbangga bahwa pembangunan masjid Rahmatan Lil-Alamin ini murni dari biaya urunan/patungan dan diarsiteki oleh anak bangsa Indonesia sendiri. Akhir Desember 2014, Syeikh Al Zaytun AS. Panji Gumilang mencanangkan program untuk penyelesaian Masjid Rahmatan Lil-Alamin ini yang bernama JAMMAS (Jahe Ma'had Al Zaytun Membangun Masjid) yaitu dengan menanam jahe yang nanti hasilnya digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Masjid RLA (Rahmatan Lil-ALamin). Sungguh suatu cara yang elok dan elegan yang kiranya bisa menjadi inspirasi buat kita semua.
Bagi siapa saja yang berminat mendonasikan hartanya yang diberikan Allah untuk ikut andil dalam penyelesaian masjid RLA ini semoga Allah membalas amal perbuatannya dengan pahala yang berlipat ganda.
Beberapa Hadist tentang keutamaan Membangun Masjid :
“Barangsiapa yang membangun sebuah masjid kerena mengharap ridha Allah SWT maka Allah akan membangun untuknya seperti yang telah ia bangun dalam surga.” (HR Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa membangun masjid Allah yg di membangun masjid Allah yg di dalamnya digunakan untuk berdzikir kepada Allah, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga. "Barangsiapa membangun masjid dari hartanya, maka Allah akan membangunkan baginya istana di surga.Barangsiapa membangun masjid karena Allah meski sebesar sangkar burung, atau bahkan lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan baginya satu istana di surga" (HR. Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi, “maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah yang lebih luas dari (masjid itu).” (HR Ahmad)
Semoga Bermanfaat.
Masjid ini mempunyai total ketinggian 73.125 meter hingga ke puncak kubah, dimana dari setiap lantai jamah bisa melihat imam di mihrab, mihrabnya sendiri memiliki tinggi 15 meter. Konstruksi, pondasi dan interior masjid ini dirancang bisa tahan ratusan hingga ribuan tahun. Pondasi masjid ini dirancang tahan gempa karena menggunakan pondasi kapal atau oleh kalangan insinyur sipil disebut raft Pondation. Cara kerjanya: tatkala terjadi gempa bumi, masjid seolah-olah sepertia kapal yang berada diantara buaian gelombang air laut. Sementara struktur pondasinya menggunakan pakubumi. Kerangka Masjid ini menggunkan baja berkualitas terbaik di dunia yang di impor dari Polandia, Rusia dan Korea. Jumlah tiang baja yang digunakan sebagai struktur mencapai 4.117 tiang baja, terdiri dari 3.812 baja WF dan 305 baja H.300.
Masjid Rahmatan Lil-Alamin ini bergaya tradisonal kontemporer. Desainnya mencakupi masjid-masjid di seluruh dunia. Bentuk lengkungan pada mihrab misalnya mengadopsi lengkungan maqsura masjid Cordoba yang dibangun oleh Umayyah. Sedangkan bentuk lengkungan pada empat gerbang utama masjid mengadopsi lengkungan yang lazim digunakan pada masjid di Mesir yang dibangun oleh Fatimiyah. Dan sebagai prasyarat untuk ketahannnya digunakan bahan granit. "Granit bisa tahan ratusan bahkan ribuan tahun".
Masjid ini rencananya memiliki empat menara namun yang akan diselesaikan satu menara terlebih dahulu. Nama menaranya adalah Menara Pemuda dan Perdamaian. Menurut beberapa kalangan, menara masjid ini akan menjadi menara masjid yang tertinggi di Indonesia, tinggi menara tersebut 136,8 meter. Bandingkan dengan tinggi Mona yang 115 meter dan Menara Masjid Agung Surabaya yang 99 meter. Bahkan menara ini lebih tinggi daripada Menara Masjid Nabawi yang 105 meter.
Tidak seperti umumnya masjid-masjid di Indonesia yang dibangun atas bantuan dari Timur Tengah, dan kita semestinya bisa berbangga bahwa pembangunan masjid Rahmatan Lil-Alamin ini murni dari biaya urunan/patungan dan diarsiteki oleh anak bangsa Indonesia sendiri. Akhir Desember 2014, Syeikh Al Zaytun AS. Panji Gumilang mencanangkan program untuk penyelesaian Masjid Rahmatan Lil-Alamin ini yang bernama JAMMAS (Jahe Ma'had Al Zaytun Membangun Masjid) yaitu dengan menanam jahe yang nanti hasilnya digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Masjid RLA (Rahmatan Lil-ALamin). Sungguh suatu cara yang elok dan elegan yang kiranya bisa menjadi inspirasi buat kita semua.
Bagi siapa saja yang berminat mendonasikan hartanya yang diberikan Allah untuk ikut andil dalam penyelesaian masjid RLA ini semoga Allah membalas amal perbuatannya dengan pahala yang berlipat ganda.
Beberapa Hadist tentang keutamaan Membangun Masjid :
“Barangsiapa yang membangun sebuah masjid kerena mengharap ridha Allah SWT maka Allah akan membangun untuknya seperti yang telah ia bangun dalam surga.” (HR Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa membangun masjid Allah yg di membangun masjid Allah yg di dalamnya digunakan untuk berdzikir kepada Allah, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga. "Barangsiapa membangun masjid dari hartanya, maka Allah akan membangunkan baginya istana di surga.Barangsiapa membangun masjid karena Allah meski sebesar sangkar burung, atau bahkan lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan baginya satu istana di surga" (HR. Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi, “maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah yang lebih luas dari (masjid itu).” (HR Ahmad)
Semoga Bermanfaat.
Masjid Raya Bandung.
Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat, yang dulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada tahun 2001 sampai sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda.
Masjid Raya Bandung, seperti yang kita lihat sekarang, terdapat dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan yang lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid serta dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan dapat menampung sekitar 13.000 jamaah.
Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung berada di Alun-alun Bandung dekat ruas Jalan Asia-Afrika, pusat Kota Bandung. Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk ditemukan. Tak jauh dari masjid ini, di ruas jalan yang sama berdiri megah Gedung Merdeka dan Hotel Preanger, dua bangunan yang begitu lekat dengan sejarah Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Ruas jalan antara Hotel Savoy Homann dan Gedung Asia-Afrika ini menjadi saksi bisu perjalanan para pemimpin negara negara Asia Afrika yang berjalan kaki dari Hotel Homman tempat mereka menginap ke lokasi konfrensi di Gedung Asia Afrika termasuk untuk sholat di Masjid Agung Bandung dan sebaliknya.
Masjid Agung Bandung pada tahun 1929, dengan corak khas Sunda
Masjid Raya Bandung Jawa Barat sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812. Masjid Agung Bandung dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat kota sekarang. Masjid ini pada awalnya dibangun dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhlu. Air kolam ini berfungsi juga sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah Alun-Alun Bandung pada tahun 1825.[1]
Setahun setelah kebakaran, pada tahun 1826 dilakukan perombakkan terhadap bangunan masjid dengan mengganti dinding bilik bambu serta atapnya dengan bahan dari kayu. Perombakan dilakukan lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (kini Jalan Asia Afrika). Masjid kecil tersebut mengalami perombakkan dan perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap masjid diganti dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok batu-bata.
Ilustrasi Mesjid Agung Bandung oleh W. Spreat 1852 dalam buku De Zieke Reiziger
Kemegahan Masjid Agung Bandung waktu itu sampai-sampai di-abadikan dalam lukisan pelukis Inggris bernama W Spreat pada tahun 1852. Dari lukisan tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang dan mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale nyungcung. Kemudian bangunan masjid kembali mengalami perubahan pada tahun 1875 dengan penambahan pondasi dan pagar tembok yang mengelilingi masjid.[2]
Seiring perkembangan zaman, masyarakat Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar Islam lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan seperti pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).
Kemudian pada tahun 1930, perombakan kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid sehingga semakin mempercatik tampilan masjid. Konon bentuk seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung.
Masjid Agung Bandung dan Alun-alun Bandung tahun 1955-1970
Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total diantaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung” menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.
Selain itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk shalat para tamu peserta Konferensi Asia Afrika.
Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang dan pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970.
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu, lantai dasar tempat shalat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.
Perombakan Terahir Tahun 2001 Sunting
Perubahan total terjadi lagi pada tahun 2001 merupakan bagian dari rencana penataan ulang Alun-alun Bandung dalam perencanaan tersebut penataan Masjid Agung dan alun alun merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan tanpa mengurangi arti alun alun sebagai ruang terbuka umum.
Proses pembangunan Masjid Raya Bandung dimulai dengan peletakan batu pertama prose pembangunan kembali pada tanggal 25 Februari 2001. Keseluruhan proses pembangunannya memakan waktu selama 829 hari (2 tahun 99 hari) sejak peletakan batu pertama hingga diresmikan tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana. Secar keseluruhan proses pembangunan dan penataan ulang kawasan alun alun dan masjid Agung Bandung dinyatakan selesai pada tanggal tanggal 13 Januari 2004. Bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat serta menyandang predikat sebagai masjid provinsi, namun masyarakat Bandung kebanyakan masih menyebutnya sebagai Masjid Agung Bandung.
Menara dan Kubah Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung yang kini kita lihat merupakan hasil rancangan 4 orang perancang kondang dari Bandung masing masing adalah Ir. H. Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man dan Prof. Dr. Slamet Wirasonjaya. Rancangan awalnya akan tetap mempertahankan sebagian bangunan lama Masjid Agung Bandung termasuk jembatan hubung masjid dengan alun alun yang melintas di atas jalan alun alun barat dan dinding berbentuk sisik ikan di sisi depan masjid. Satu satunya perubahan pada bangunan lama adalah perubahan bentuk atap masjid dari bentuk atap limas diganti dengan kubah besar setengah bola berdiameter 30 meter sekaligus menjadi kubah utama.
Untuk mengurangi beban, kubah tersebut dibangun dengan konstruksi space frame yang kemudian ditutup dengan material metal yang dipanaskan dalam suhu sangat tinggi. Selain satu kubah utama Masjid Raya Bandung dilengkapi lagi dengan dua kubah yang ukurannya lebih kecil masing masing berdiameter 25 meter diletakkan diatas bangunan tambahan. Sama seperti kubah utama dua kubah tambahan ini menggunakan konstruksi space frame namun ditutup dengan material transfaranuntuk memberi efek cahaya ke dalam masjid.
Bangunan tambahan didirikan di atas lahan yang sebelumnya merupakan ruas jalan alun alun barat di depan masjid. Bangunan tambahan ini dilengkapi dengan sepasang menara (rencananya setinggi 99 meter) namun kemudian dikurangi menjadi 81 meter saja, terkait dengan keselamatan penerbangan sebagaimana masukan dari pengelola Bandara Husein Sastranegara – Bandung. Saat ini, dua menara kembar yang mengapit bangunan utama masjid dapat dinaiki pengunjung. Di lantai paling atas, lantai 19, pengunjung dapat menikmati pemandangan 360 derajat kota Bandung
Sementara itu halaman depan masjid yang dirombak. Parkir kendaraan ditempatkan di basement sementara bagian atasnya adalah taman, sebuah area publik tempat masyarakat berkumpul. Ini adalah salah satu upaya pemkot mengembalikan nilai Alun-alun seperti dahulu kala. Ruang bawah tanah untuk tempat parkir itu juga semula direncanakan untuk menampung para pedagang jalanan.
Bagian dalam Masjid Raya Bandung
Bagian dalam masjid ini terdapat dua bagian, yaitu :
Ruang dalam bagian depan yang cukup luas dan
Ruang sholat utama.
Ruang Dalam Bagian Depan masjid ini digunakan sebagai aula untuk acara pengajian, pernikahan dan tentu saja untuk istirahat warga yang kebetulan singgah di situ. Ruang ini juga digunakan untuk sholat bagi mereka yang enggan untuk ke ruang sholat utama yang berada di ruang terpisah. Ruang Sholat Utama berada di ruang terpisah dari ruang dalam bagian depan. Di antara kedua ruang ini dihubungkan dengan jembatan yang di bawahnya terdapat ruang wudlu (selain ruang wudlu bagian luar). Ruang sholat utama ini memiliki ruang yang luas dan berlantai dua.
Interior bangunan tambahan ini dirancang dengan ornamen ukiran Islami dengan mengutamakan seni budaya Islami tatar sunda. Selain itu Masjid Raya Bandung dilengkapi dengan dua lantai basemen yang dibagian atasnya tetap dipertahankan sebagai ruang terbuka untuk publik. Bagian atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan kubah lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid, dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi.
Masjid Raya Bandung, seperti yang kita lihat sekarang, terdapat dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan yang lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid serta dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan dapat menampung sekitar 13.000 jamaah.
Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung berada di Alun-alun Bandung dekat ruas Jalan Asia-Afrika, pusat Kota Bandung. Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk ditemukan. Tak jauh dari masjid ini, di ruas jalan yang sama berdiri megah Gedung Merdeka dan Hotel Preanger, dua bangunan yang begitu lekat dengan sejarah Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Ruas jalan antara Hotel Savoy Homann dan Gedung Asia-Afrika ini menjadi saksi bisu perjalanan para pemimpin negara negara Asia Afrika yang berjalan kaki dari Hotel Homman tempat mereka menginap ke lokasi konfrensi di Gedung Asia Afrika termasuk untuk sholat di Masjid Agung Bandung dan sebaliknya.
Masjid Agung Bandung pada tahun 1929, dengan corak khas Sunda
Masjid Raya Bandung Jawa Barat sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812. Masjid Agung Bandung dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat kota sekarang. Masjid ini pada awalnya dibangun dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhlu. Air kolam ini berfungsi juga sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah Alun-Alun Bandung pada tahun 1825.[1]
Setahun setelah kebakaran, pada tahun 1826 dilakukan perombakkan terhadap bangunan masjid dengan mengganti dinding bilik bambu serta atapnya dengan bahan dari kayu. Perombakan dilakukan lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (kini Jalan Asia Afrika). Masjid kecil tersebut mengalami perombakkan dan perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap masjid diganti dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok batu-bata.
Ilustrasi Mesjid Agung Bandung oleh W. Spreat 1852 dalam buku De Zieke Reiziger
Kemegahan Masjid Agung Bandung waktu itu sampai-sampai di-abadikan dalam lukisan pelukis Inggris bernama W Spreat pada tahun 1852. Dari lukisan tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang dan mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale nyungcung. Kemudian bangunan masjid kembali mengalami perubahan pada tahun 1875 dengan penambahan pondasi dan pagar tembok yang mengelilingi masjid.[2]
Seiring perkembangan zaman, masyarakat Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar Islam lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan seperti pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).
Kemudian pada tahun 1930, perombakan kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid sehingga semakin mempercatik tampilan masjid. Konon bentuk seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung.
Masjid Agung Bandung dan Alun-alun Bandung tahun 1955-1970
Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total diantaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung” menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.
Selain itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk shalat para tamu peserta Konferensi Asia Afrika.
Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang dan pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970.
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu, lantai dasar tempat shalat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.
Perombakan Terahir Tahun 2001 Sunting
Perubahan total terjadi lagi pada tahun 2001 merupakan bagian dari rencana penataan ulang Alun-alun Bandung dalam perencanaan tersebut penataan Masjid Agung dan alun alun merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan tanpa mengurangi arti alun alun sebagai ruang terbuka umum.
Proses pembangunan Masjid Raya Bandung dimulai dengan peletakan batu pertama prose pembangunan kembali pada tanggal 25 Februari 2001. Keseluruhan proses pembangunannya memakan waktu selama 829 hari (2 tahun 99 hari) sejak peletakan batu pertama hingga diresmikan tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana. Secar keseluruhan proses pembangunan dan penataan ulang kawasan alun alun dan masjid Agung Bandung dinyatakan selesai pada tanggal tanggal 13 Januari 2004. Bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat serta menyandang predikat sebagai masjid provinsi, namun masyarakat Bandung kebanyakan masih menyebutnya sebagai Masjid Agung Bandung.
Menara dan Kubah Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung yang kini kita lihat merupakan hasil rancangan 4 orang perancang kondang dari Bandung masing masing adalah Ir. H. Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man dan Prof. Dr. Slamet Wirasonjaya. Rancangan awalnya akan tetap mempertahankan sebagian bangunan lama Masjid Agung Bandung termasuk jembatan hubung masjid dengan alun alun yang melintas di atas jalan alun alun barat dan dinding berbentuk sisik ikan di sisi depan masjid. Satu satunya perubahan pada bangunan lama adalah perubahan bentuk atap masjid dari bentuk atap limas diganti dengan kubah besar setengah bola berdiameter 30 meter sekaligus menjadi kubah utama.
Untuk mengurangi beban, kubah tersebut dibangun dengan konstruksi space frame yang kemudian ditutup dengan material metal yang dipanaskan dalam suhu sangat tinggi. Selain satu kubah utama Masjid Raya Bandung dilengkapi lagi dengan dua kubah yang ukurannya lebih kecil masing masing berdiameter 25 meter diletakkan diatas bangunan tambahan. Sama seperti kubah utama dua kubah tambahan ini menggunakan konstruksi space frame namun ditutup dengan material transfaranuntuk memberi efek cahaya ke dalam masjid.
Bangunan tambahan didirikan di atas lahan yang sebelumnya merupakan ruas jalan alun alun barat di depan masjid. Bangunan tambahan ini dilengkapi dengan sepasang menara (rencananya setinggi 99 meter) namun kemudian dikurangi menjadi 81 meter saja, terkait dengan keselamatan penerbangan sebagaimana masukan dari pengelola Bandara Husein Sastranegara – Bandung. Saat ini, dua menara kembar yang mengapit bangunan utama masjid dapat dinaiki pengunjung. Di lantai paling atas, lantai 19, pengunjung dapat menikmati pemandangan 360 derajat kota Bandung
Sementara itu halaman depan masjid yang dirombak. Parkir kendaraan ditempatkan di basement sementara bagian atasnya adalah taman, sebuah area publik tempat masyarakat berkumpul. Ini adalah salah satu upaya pemkot mengembalikan nilai Alun-alun seperti dahulu kala. Ruang bawah tanah untuk tempat parkir itu juga semula direncanakan untuk menampung para pedagang jalanan.
Bagian dalam Masjid Raya Bandung
Bagian dalam masjid ini terdapat dua bagian, yaitu :
Ruang dalam bagian depan yang cukup luas dan
Ruang sholat utama.
Ruang Dalam Bagian Depan masjid ini digunakan sebagai aula untuk acara pengajian, pernikahan dan tentu saja untuk istirahat warga yang kebetulan singgah di situ. Ruang ini juga digunakan untuk sholat bagi mereka yang enggan untuk ke ruang sholat utama yang berada di ruang terpisah. Ruang Sholat Utama berada di ruang terpisah dari ruang dalam bagian depan. Di antara kedua ruang ini dihubungkan dengan jembatan yang di bawahnya terdapat ruang wudlu (selain ruang wudlu bagian luar). Ruang sholat utama ini memiliki ruang yang luas dan berlantai dua.
Interior bangunan tambahan ini dirancang dengan ornamen ukiran Islami dengan mengutamakan seni budaya Islami tatar sunda. Selain itu Masjid Raya Bandung dilengkapi dengan dua lantai basemen yang dibagian atasnya tetap dipertahankan sebagai ruang terbuka untuk publik. Bagian atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan kubah lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid, dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi.
Masjid Raya Medan.
Masjid Raya Medan atau Masjid Raya Al Mashun merupakan sebuah masjid yang terletak di Medan, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Pada awal pendiriannya, masjid ini menyatu dengan kompleks istana. Gaya arsitekturnya khas Timur Tengah, India dan Spanyol. Masjid ini berbentuk segi delapan dan memiliki sayap di bagian selatan, timur, utara dan barat. Masjid Raya Medan ini merupakan saksi sejarah kehebatan Suku Melayu sang pemilik dari Kesultanan Deli (Kota Medan).
Sejarah pembangunan Sunting
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli memulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada tanggal 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H). Keseluruhan pembangunan rampung pada tanggal 10 September 1909 (25 Sya‘ban 1329 H) sekaligus digunakan yang ditandai dengan pelaksanaan sholat Jum’at pertama di masjid ini. Keseluruhan pembangunannya menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden. Sultan memang sengaja membangun masjid kerajaan ini dengan megah, karena menurut prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun. Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan, namun konon Tjong A Fie, tokoh kota Medan dari etnis Tionghoa yang sezaman dengan Sultan Ma’mun Al Rasyid turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.
Arsitektural Sunting
Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun dirancang oleh arsitek Belanda Van Erp yang juga merancang istana Maimun, namun kemudian prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan bangunan diimpor antara lain: marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Perancis.
Interior Masjid Raya Medan
JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam yang unik tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Empat penjuru masjid masing-masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing-masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.
Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam masjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.[1]
Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tidak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda maupun jendela-jendela lengkung itu mengingatkan desain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah masjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikelilingi empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Masjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang masjid ini berbentuk bujur sangkar beratap
Sejarah pembangunan Sunting
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli memulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada tanggal 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H). Keseluruhan pembangunan rampung pada tanggal 10 September 1909 (25 Sya‘ban 1329 H) sekaligus digunakan yang ditandai dengan pelaksanaan sholat Jum’at pertama di masjid ini. Keseluruhan pembangunannya menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden. Sultan memang sengaja membangun masjid kerajaan ini dengan megah, karena menurut prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun. Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan, namun konon Tjong A Fie, tokoh kota Medan dari etnis Tionghoa yang sezaman dengan Sultan Ma’mun Al Rasyid turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.
Arsitektural Sunting
Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun dirancang oleh arsitek Belanda Van Erp yang juga merancang istana Maimun, namun kemudian prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan bangunan diimpor antara lain: marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Perancis.
Interior Masjid Raya Medan
JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam yang unik tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Empat penjuru masjid masing-masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing-masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.
Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam masjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.[1]
Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tidak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda maupun jendela-jendela lengkung itu mengingatkan desain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah masjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikelilingi empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Masjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang masjid ini berbentuk bujur sangkar beratap
Hukum Menjual Makanan Pada Siang Ramadhan.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Seringkali orang berlindung dengan kata toleransi dengan maksud menihilkan aturan syariat islam. Di bali, muslimah dilarang berjilbab. Lembaga keuangan syariah digugat keberadaannya. Karyawan muslim, kurang mendapatkan kebebasan dalam beribadah. Semua beralasan dengan satu kata, toleransi.
Di kupang, NTT, keberadaan masjid digugat. Untuk mendirikan masjid baru, prosedurnya sangat dipersulit. Demi toleransi.
Di daerah muslim minoritas, orang islam sering mejadi ‘korban’ penganut agama lain. Semua untuk mewujudkan tolerasi.
Sayangnya, ini tidak berlaku untuk acara nyepi di Bali yang sampai menutup bandara. Atau topi santa bagi pegawai, ketika natal.
Kita bisa melihat, adakah reaksi negatif dari kaum muslimin?
Ini membuktikan bahwa umat islam Indonesia adalah umat paling toleran.
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari bahasa para tokoh yang bersembunyi di balik kata toleransi.
Pertama, Allah melarang kita untuk ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan maksiat.
Allah berfirman,
Sekalipun anda tidak melakukan maksiat, tapi anda tidak boleh membantu orang lain untuk melakukan maksiat. Maksiat, musuh kita bersama, sehingga harus ditekan, bukan malah dibantu.
Tidak berpuasa di siang hari ramadhan tanpa udzur, jelas itu perbuatan maksiat. Bahkan dosa besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diperlihatkan siksaan untuk orang semacam ini
“Dia digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan darah.” (HR. Ibnu Hibban, 7491; dishahihkan Al-A’dzami)
Siapapun pelakunya, tidak boleh didukung. Sampaipun orang kafir. Karena pendapat yang benar, orang kafir juga mendapatkan beban kewajiban syariat. Sekalipun andai dia beramal, amalnya tidak diterima, sampai dia masuk islam.
An-Nawawi mengatakan,
Diantara dalil bahwa orang kafir juga dihukum karena meninggakan syariat-syariat islam, adalah firman Allah ketika menceritakan dialog penduduk surga dengan penduduk neraka,
tentang (keadaan) orang-orang kafir ( ) Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” ( )
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat ( )
dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. (QS. al-Muddatsir: 39 – 44)
Dalam obrolan pada ayat di atas, Allah menceritakan pertanyaan penduduk surga kepada penduduk neraka, ‘Apa yang menyebabkan kalian masuk neraka?’
Jawab mereka: “Karena kami tidak shalat dan tidak berinfak.”
Padahal jika mereka shalat atau infak, amal mereka tidak diterima.
Inilah yang menjadi landasan fatwa para ulama yang melarang menjual makanan kepada orang kafir ketika ramadhan. Karena dengan begitu, berarti kita mendukungnya untuk semakin berbuat maksiat.
Dalam Hasyiah Syarh Manhaj at-Thullab dinyatakan,
(Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj at-Thullab, 10/310)
Kedua, Allah memerintahkan kita untuk mengagungkan semua syiar islam
Bulan ramadhan, termasuk syiar islam. Di saat itulah, kaum muslimin sedunia, serempak melakukan puasa. Karena itu, menjalankan puasa bagian dari mengagungkan ramadhan. Hingga orang yang tidak berpuasa, dia tidak boleh secara terang-terangan makan-minum di depan umum, disaksikan oleh masyarakat lainnya. Tindakan semacam ini, dianggap tidak mengagungkan kehormatan ramadhan.
Dulu para sahabat, mengajak anak-anak mereka yang masih kecil, untuk turut berpuasa. Sehingga mereka tidak makan minum di saat semua orang puasa.
Sahabat Rubayi’ bintu Mu’awidz menceritakan bahwa pada pagi hari Asyura, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa sahabat ke berbagai kampung di sekitar Madinah, memerintahkan mereka untuk puasa.
Rubayi’ melanjutkan,
Kita bisa tiru model pembelajaran yang diajarkan para sahabat. Sampai anak-anak yang masih suka main boneka, diajak untuk berpuasa. Karena menghormati kemuliaan ramadhan.
Orang yang udzur, yang tidak wajib puasa, jelas boleh makan minum ketika ramdhan. Tapi bukan berarti boleh terang-terangan makan minum di luar. Sementara membuka rumah makan di siang ramadhan, lebih parah dibandingkan sebatas makan di tempat umum.
Karena alasan inilah, para ulama memfatwakan untuk menutup rumah makan selama ramadhan.
Dalam fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 2097)
Allahu a’lam
Seringkali orang berlindung dengan kata toleransi dengan maksud menihilkan aturan syariat islam. Di bali, muslimah dilarang berjilbab. Lembaga keuangan syariah digugat keberadaannya. Karyawan muslim, kurang mendapatkan kebebasan dalam beribadah. Semua beralasan dengan satu kata, toleransi.
Di kupang, NTT, keberadaan masjid digugat. Untuk mendirikan masjid baru, prosedurnya sangat dipersulit. Demi toleransi.
Di daerah muslim minoritas, orang islam sering mejadi ‘korban’ penganut agama lain. Semua untuk mewujudkan tolerasi.
Sayangnya, ini tidak berlaku untuk acara nyepi di Bali yang sampai menutup bandara. Atau topi santa bagi pegawai, ketika natal.
Kita bisa melihat, adakah reaksi negatif dari kaum muslimin?
Ini membuktikan bahwa umat islam Indonesia adalah umat paling toleran.
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari bahasa para tokoh yang bersembunyi di balik kata toleransi.
Menjual Makanan Di Siang Hari Ramadhan
Kita akan menyebutkan beberapa ayat, yang bisa dijadikan acuan untuk membahas acara makan di siang hari ramadhan.Pertama, Allah melarang kita untuk ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan maksiat.
Allah berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” (QS. al-Maidah: 2).Sekalipun anda tidak melakukan maksiat, tapi anda tidak boleh membantu orang lain untuk melakukan maksiat. Maksiat, musuh kita bersama, sehingga harus ditekan, bukan malah dibantu.
Tidak berpuasa di siang hari ramadhan tanpa udzur, jelas itu perbuatan maksiat. Bahkan dosa besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diperlihatkan siksaan untuk orang semacam ini
“Dia digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan darah.” (HR. Ibnu Hibban, 7491; dishahihkan Al-A’dzami)
Siapapun pelakunya, tidak boleh didukung. Sampaipun orang kafir. Karena pendapat yang benar, orang kafir juga mendapatkan beban kewajiban syariat. Sekalipun andai dia beramal, amalnya tidak diterima, sampai dia masuk islam.
An-Nawawi mengatakan,
والمذهب الصحيح الذي عليه المحققون والأكثرون : أن الكفار مخاطبون بفروع الشرع ، فيحرم عليهم الحرير ، كما يحرم على المسلمين
Pendapat yang benar, yang diikuti oleh para ulama ahli tahqiq
(peneliti) dan mayoritas ulama, bahwa orang kafir mendapatkan beban
dengan syariat-syariat islam. Sehingga mereka juga diharamkan memakai
sutera, sebagaimana itu diharamkan bagi kaum muslimin. (Syarh Shahih Muslim, 14/39).Diantara dalil bahwa orang kafir juga dihukum karena meninggakan syariat-syariat islam, adalah firman Allah ketika menceritakan dialog penduduk surga dengan penduduk neraka,
إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ ( ) فِي جَنَّاتٍ
يَتَسَاءَلُونَ ( ) عَنِ الْمُجْرِمِينَ ( ) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ( )
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ( ) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ
الْمِسْكِينَ
Kecuali golongan kanan ( ) berada di dalam syurga, mereka tanya menanya ( )tentang (keadaan) orang-orang kafir ( ) Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” ( )
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat ( )
dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. (QS. al-Muddatsir: 39 – 44)
Dalam obrolan pada ayat di atas, Allah menceritakan pertanyaan penduduk surga kepada penduduk neraka, ‘Apa yang menyebabkan kalian masuk neraka?’
Jawab mereka: “Karena kami tidak shalat dan tidak berinfak.”
Padahal jika mereka shalat atau infak, amal mereka tidak diterima.
Inilah yang menjadi landasan fatwa para ulama yang melarang menjual makanan kepada orang kafir ketika ramadhan. Karena dengan begitu, berarti kita mendukungnya untuk semakin berbuat maksiat.
Dalam Hasyiah Syarh Manhaj at-Thullab dinyatakan,
ومن ثم أفتى شيخنا محمد بن الشهاب الرملي بأنه يحرم على المسلم أن يسقي الذمي في رمضان بعوض أو غيره، لأن في ذلك إعانة على معصيته
Dari sinilah, guru kami Muhammad bin Syihab ar-Ramli, mengharamkan
setiap muslim untuk memberi minum kafir dzimmi di bulan ramadhan, baik
melalui cara(Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj at-Thullab, 10/310)
Kedua, Allah memerintahkan kita untuk mengagungkan semua syiar islam
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati
(QS. al-Hajj: 32)Bulan ramadhan, termasuk syiar islam. Di saat itulah, kaum muslimin sedunia, serempak melakukan puasa. Karena itu, menjalankan puasa bagian dari mengagungkan ramadhan. Hingga orang yang tidak berpuasa, dia tidak boleh secara terang-terangan makan-minum di depan umum, disaksikan oleh masyarakat lainnya. Tindakan semacam ini, dianggap tidak mengagungkan kehormatan ramadhan.
Dulu para sahabat, mengajak anak-anak mereka yang masih kecil, untuk turut berpuasa. Sehingga mereka tidak makan minum di saat semua orang puasa.
Sahabat Rubayi’ bintu Mu’awidz menceritakan bahwa pada pagi hari Asyura, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa sahabat ke berbagai kampung di sekitar Madinah, memerintahkan mereka untuk puasa.
فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ
Kemudian kami melakukan puasa setelah itu dan kami mengajak anak-anak kami untuk turut berpuasa.Rubayi’ melanjutkan,
فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا
بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ
الإِفْطَارِ
Kami buatkan untuk mereka mainan dari kapas. Jika mereka menangis
minta makan, kami berikan boneka itu ketika waktu berbuka. (HR. Muslim
no. 2725).Kita bisa tiru model pembelajaran yang diajarkan para sahabat. Sampai anak-anak yang masih suka main boneka, diajak untuk berpuasa. Karena menghormati kemuliaan ramadhan.
Orang yang udzur, yang tidak wajib puasa, jelas boleh makan minum ketika ramdhan. Tapi bukan berarti boleh terang-terangan makan minum di luar. Sementara membuka rumah makan di siang ramadhan, lebih parah dibandingkan sebatas makan di tempat umum.
Karena alasan inilah, para ulama memfatwakan untuk menutup rumah makan selama ramadhan.
Dalam fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
وقد أفتى جماعة من أهل العلم بوجوب إغلاق المطاعم في نهار رمضان ، والله أعلم .
Para ulama memfatwakan, wajibnya menutup warung makan di siang hari ramadhan. Allahu a’lam.(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 2097)
Allahu a’lam
Mennyadari Haid Saat Buka Puasa.
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Berikut keterangan Syaikh Khalid bin Saud Al-Bulaihid,
Lanjut beliau,
Alasan kedua,
Alasan ketiga,
Berikut keterangan Syaikh Khalid bin Saud Al-Bulaihid,
إذا تيقنت المرأة نزول دم الحيض قبل الغروب ولو بزمن يسير
فسد صومها ووجب عليها قضاء ذلك اليوم لأن الحيض مانع من صحة الصوم
بالإتفاق.
Apabila seorang wanita yakin bahwa darah haid itu keluar sebelum
maghrib, meskipun hanya sesaat, maka puasanya batal dan wajib dia qadha puasa yang batal pada hari itu. Karena keluarnya haid termasuk pembatal puasa dengan sepakat ulama.Lanjut beliau,
أما إذا شكت هل نزل قبل الغروب أم بعده فالصوم صحيح ولا يؤثر ذلك الشك لأنه وقع بعد الفراغ من العبادة فلا حكم له والأصل بقاء الصوم
Kemudian, ketika terjadi keraguan, apakah darah haid ini keluar
sebelum atau sesudah maghrib, puasa tetap sah dan keraguan ini tidak
mempengaruhi keabsahan puasanya. Karena keraguan ini terjadi setelah
selesai ibadah, sehingga tidak dihukumi apapun. Sementara hukum asal
adalah puasanya sah.Alasan kedua,
وأنها أدت العبادة على وجه صحيح فلا تبطل بالشك لأن اليقين
لا يزول إلا بيقين مثله كما دلت السنة على هذا الأصل فلا نبطل العبادة
لمجرد احتمال.
Wanita ini telah melaksanakan ibadah puasa
sesuai aturan yang berlaku. Sehingga ibadah puasanya tidak bisa dinilai
batal disebabkan munculnya keraguan. Kaidahnya: Sesuatu yang yakin,
tidak bisa dihilangkan, kecuali dengan kondisi meyakinkan lainnya.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang menjelaskan kaidah ini. Karena
itu, kita tidak boleh menghukumi satu ibadah statusnya batal, hanya
karena adanya kemungkinan.Alasan ketiga,
ولأن الأصل براءة ذمة المرأة فلا تكلف بالقضاء إلا بدليل
شرعي ولا دليل هنا. ولا يشرع تكرار العبادة على سبيل الاحتياط فإما أن تصحح
الأولى ويكتفى بها وإما أن تبطل لسبب ظاهر ويؤمر بالقضاء.
Hukum asalnya adalah tidak ada beban bagi wanita untuk qadha, kecuali
jika ada dalil yang syar’, sementara tidak dijumpai dalil dalam hal
ini. dan tidak disyariatkan untuk mengulang ibadah karena tujuan
hati-hati. Sehingga hanya ada 2 pilihan: puasa pertama dinilai sah, dan
tidak perlu diulang. Atau puasa pertama statusnya batal karena sebab
yang zahir dan dia wajib qadha.
Orang Meninggal Tapi Punya Hutang Puasa?
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
Ada wanita yang naik perahu di tengah laut, kemudian dia bernazar, jika Allah menyelamatkan dirinya maka dia akan puasa sebulan. Dan Allah menyelamatkan dirinya, namun dia belum sempat puasa sampai mati. Hingga datang putri wanita itu menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia menyebutkan kejadian yang dialami ibunya. Lantas beliau bertanya: ‘Apa pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?’ ‘Ya.’ Jawab wanita itu. Kemudian beliau bersabda, ‘Hutang kepada Allah lebih layak untuk dilunasi. Lakukan qadha untuk membayar hutang puasa ibumu.’ (HR. Ahmad 1861, Abu Daud 3308, Ibnu Khuzaimah 2054, dan sanadnya dishahihkan Al-A’dzami).
Juga dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
Ketiga hadis di atas menunjukkan bahwa ketika ada seorang muslim yang memiliki hutang puasa dan belum dia qadha hingga meninggal maka pihak keluarga (wali) orang ini berkewajiban mempuasakannya.
Kemudian, dari ketiga hadis di atas, hadis pertama bersifat umum. Dimana qadha puasa atas nama mayit, berlaku untuk semua utang puasa wajib. Baik utang puasa ramadhan maupun utang puasa nadzar. Sedangkan dua hadis berikutnya menegaskan bahwa wali berkewajiban mengqadha utang puasa nadzar yang menjadi tanggungan mayit.
Berangkat dari sini, ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban mengqadha utang puasa mayit, berlaku untuk semua puasa wajib ataukah hanya puasa nadzar saja.
Pendapat pertama menyatakan bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit berlaku untuk semua puasa wajib. Baik puasa ramadhan, puasa nadzar, maupun puasa kaffarah. Ini adalah pendapat syafiiyah dan pendapat yang dipilih Ibnu Hazm. Dalil pendapat ini adalah hadis A’isyah di atas, yang maknanya umum untuk semua utang puasa.
Pendapat kedua, bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit, hanya berlaku untuk puasa nadzar, sedangkan utang puasa ramadhan ditutupi dengan bentuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab hambali, sebagaimana keterangan Imam Ahmad yang diriwayatkan Abu Daud dalam Masailnya. Abu Daud mengatakan,
Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari ummul mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.
Dari Amrah – murid A’isyah – beliau bertanya kepada gurunya A’isyah, bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa ramadhan. Apakah aku harus mengqadha’nya? A’isyah menjawab,
Dalil lainnya adalah fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Dari Said bin Jubair – murid Ibnu Abbas – bahwa gurunya pernah mengatakan,
Berdasarkan keterangan di atas, pendapat yang kuat untuk pelunasan utang puasa mayit dirinci menjadi dua:
Pertama, jika utang puasa mayit adalah utang puasa ramadhan maka cara pelunasannya dengan membayar fidyah dan tidak diqadha. Tentang tata cara membayar fidyah bisa dipelajari di: Membayar Fidyah dengan Uang
Kedua, jika utang puasa mayit adalah puasa nadzar maka pelunasannya dengan diqadha puasa oleh keluarganya.
Allahu a’lam
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من مات وعليه صيام صام عنه وليُّه
“Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya.” (HR. Bukhari 1952 dan Muslim 1147)Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
أنّ امرأة ركبَت البحر فنذَرت، إِنِ الله -تبارك وتعالى-
أَنْجاها أنْ تصوم شهراً، فأنجاها الله عز وجل، فلم تصم حتى ماتت. فجاءت
قرابة لها إِلى النّبيّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فذكرت ذلك
له، فقال: أرأيتك لو كان عليها دَيْن كُنتِ تقضينه؟ قالت: نعم، قال:
فَدَيْن الله أحق أن يُقضى، فاقضِ عن أمّك
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,Ada wanita yang naik perahu di tengah laut, kemudian dia bernazar, jika Allah menyelamatkan dirinya maka dia akan puasa sebulan. Dan Allah menyelamatkan dirinya, namun dia belum sempat puasa sampai mati. Hingga datang putri wanita itu menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia menyebutkan kejadian yang dialami ibunya. Lantas beliau bertanya: ‘Apa pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?’ ‘Ya.’ Jawab wanita itu. Kemudian beliau bersabda, ‘Hutang kepada Allah lebih layak untuk dilunasi. Lakukan qadha untuk membayar hutang puasa ibumu.’ (HR. Ahmad 1861, Abu Daud 3308, Ibnu Khuzaimah 2054, dan sanadnya dishahihkan Al-A’dzami).
Juga dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أنّ سعد بن عبادة -رضي الله عنه- استفتى رسول الله –
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فقال: إِنّ أمّي ماتت وعليها نذر
فقال: اقضه عنها
Bahwa Sa’d bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya ibuku mati dan beliau memiliki utang puasa nadzar.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lunasi hutang puasa ibumu.’ (HR. Bukhari 2761, An-Nasai 3657 dan lainnya).Ketiga hadis di atas menunjukkan bahwa ketika ada seorang muslim yang memiliki hutang puasa dan belum dia qadha hingga meninggal maka pihak keluarga (wali) orang ini berkewajiban mempuasakannya.
Kemudian, dari ketiga hadis di atas, hadis pertama bersifat umum. Dimana qadha puasa atas nama mayit, berlaku untuk semua utang puasa wajib. Baik utang puasa ramadhan maupun utang puasa nadzar. Sedangkan dua hadis berikutnya menegaskan bahwa wali berkewajiban mengqadha utang puasa nadzar yang menjadi tanggungan mayit.
Berangkat dari sini, ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban mengqadha utang puasa mayit, berlaku untuk semua puasa wajib ataukah hanya puasa nadzar saja.
Pendapat pertama menyatakan bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit berlaku untuk semua puasa wajib. Baik puasa ramadhan, puasa nadzar, maupun puasa kaffarah. Ini adalah pendapat syafiiyah dan pendapat yang dipilih Ibnu Hazm. Dalil pendapat ini adalah hadis A’isyah di atas, yang maknanya umum untuk semua utang puasa.
Pendapat kedua, bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit, hanya berlaku untuk puasa nadzar, sedangkan utang puasa ramadhan ditutupi dengan bentuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab hambali, sebagaimana keterangan Imam Ahmad yang diriwayatkan Abu Daud dalam Masailnya. Abu Daud mengatakan,
سمعت أحمد بن حنبل قال: لا يُصامُ عن الميِّت إلاَّ في النَّذر
“Saya mendengar Ahmad bin Hambal mengatakan: ‘Tidak diqadha utang
puasa mayit, kecuali puasa nadzar.” (Ahkam Al-Janaiz, hlm. 170).Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari ummul mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.
Dari Amrah – murid A’isyah – beliau bertanya kepada gurunya A’isyah, bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa ramadhan. Apakah aku harus mengqadha’nya? A’isyah menjawab,
لا بل تصدَّقي عنها مكان كل يوم نصف صاعٍ على كل مسكين
“Tidak perlu qadha, namun bayarlah fidyah dengan bersedekah atas nama
ibumu dalam bentuk setengah sha’ makanan, diberikan kepada orang
miskin. (HR. At-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar 1989, dan dishahihkan
Al-Albani)Dalil lainnya adalah fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Dari Said bin Jubair – murid Ibnu Abbas – bahwa gurunya pernah mengatakan,
إِذا مرض الرجل في رمضان، ثمّ مات ولم يصم؛ أطعم عنه ولم يكن عليه قضاء، وإن كان عليه نَذْر قضى عنه وليُّه
“Apabila ada orang sakit ketika ramadhan (kemudian dia tidak puasa),
sampai dia mati, belum melunasi utang puasanya, maka dia membayar fidyah
dengan memberi makan orang miskin dan tidak perlu membayar qadha. Namun
jika mayit memiliki utang puasa nadzar, maka walinya harus
mengqadhanya. (HR. Abu Daud 2401 dan di shahihkan Al-Albani).Berdasarkan keterangan di atas, pendapat yang kuat untuk pelunasan utang puasa mayit dirinci menjadi dua:
Pertama, jika utang puasa mayit adalah utang puasa ramadhan maka cara pelunasannya dengan membayar fidyah dan tidak diqadha. Tentang tata cara membayar fidyah bisa dipelajari di: Membayar Fidyah dengan Uang
Kedua, jika utang puasa mayit adalah puasa nadzar maka pelunasannya dengan diqadha puasa oleh keluarganya.
Allahu a’lam
Langganan:
Postingan (Atom)